Undang-Undang Harmonisasi Perpajakan

Rancangan Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (RUU HPP) telah resmi disahkan oleh Presiden Republik Indonesia menjadi Undang-Undang per tanggal 29 Oktober 2021 dan UU ini mulai berlaku pada tahun 2022. Dalam UU HPP ini terdapat beberapa perubahan terkait aturan pajak. Mari kita bedah perubahan aturan pajak terbaru pada UU HPP.

Regulasi Hukum

  • Undang-undang Nomor 6 Tahun 2023 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja menjadi Undang-Undang 
  • Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 50 Tahun 2022 tentang Tata Cara Pelaksanaan Hak dan Pemenuhan Kewajiban Perpajakan
  • Undang-undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan
  • Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 196/PMK.03/2021 tentang  Tata Cara Pelaksanaan Program Pengungkapan Sukarela Wajib Pajak
  • Undang-undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja
  • Undang-undang Nomor 42 Tahun 2009 tentang  Perubahan Ketiga Atas Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah
  • Undang-undang Nomor  36 Tahun 2008 tentang  Perubahan Keempat Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan
  • Undang-undang Nomor 16 Tahun 2000 tentang  Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan
  • Undang-undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan
  • Undang-undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang  Pajak Penghasilan
  • Undang-undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang  Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah

Definisi Pajak dan UU HPP

Pajak menurut UU Nomor 7 Tahun 2021 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan, Pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan di gunakan untuk keperluan negara bagi sebesar- besarnya kemakmuran rakyat.

Secara singkat Undang-undang HPP (Harmonisasi Peraturan Perpajakan) merupakan terobosan baru dalam perpajakan untuk dapat mengharmonisasikan atau dengan kata lain mensinkronisasikan terkait berbagai peraturan Perpajakan di Indonesia. 

UU HPP berlaku sejak Januari 2022 dan dibuat dengan tujuan untuk meningkatkan pertumbuhan perekonomian sehinggga mampu untuk membiayai pembangunan nasional.

UU HPP mengatur memuat beberapa ketentuan yang diubah dan/atau ditambah antara lain mengenai perubahan Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan, perubahan ketentuan pada Pajak Penghasilan (PPh), Pajak Pertambahan Nilai (UU PPN), Program Pengungkapan Sukarela (PPS) atau Pengampunan Pajak (Tax Amnesty), Pajak Karbon dan Pajak Bea dan Cukai (UU Cukai).

Tujuan Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan

Pada Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP) memiliki 5 (lima) tujuan utama, yaitu:

  • Meningkatkan pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan dan mendukung percepatan pemulihan perekonomian;
  • Mengoptimalkan penerimaan negara guna membiayai pembangunan nasional secara mandiri menuju masyarakat Indonesia yang adil, makmur, dan sejahtera;
  • Mewujudkan sistem perpajakan yang lebih berkeadilan dan berkepastian hukum;
  • Melaksanakan reformasi administrasi, kebijakan perpajakan yang konsolidatif, dan perluasan basis perpajakan;
  • dan Meningkatkan kepatuhan sukarela Wajib Pajak.

Perubahan Aturan Pada Undang Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP)

Beikut merupakan beberapa kelompok pajak dengan ketentuan yang diubah dan/atau ditambah antara lain sebagai berikut :

1. Perubahan UU HPP Pada ketentuan Umum dan Tata cara Perpajakan (UU KUP)

Dalam Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan memuat beberapa ketentuan yang diubah dan/atau ditambah antara lain mengenai kerja sama bantuan penagihan pajak antarnegara, kuasa Wajib Pajak, pemberian data dalam rangka penegakan hukum dan kerja sama untuk kepentingan negara, dan daluwarsa penuntutan pidana pajak. 

UU Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (UU KUP) dalam Bab II Pasal 2 UU HPP yang berlaku sejak Oktober terdapat perubahan seperti sebagai berikut : 

  • Pemberlakuan Nomor Induk Kependudukan (NIK)  menjadi Nomor Pokok Wajib pajak (NPWP) bagi Wajib Pajak Orang Pribadi. Hal ini bertujuan untuk integrasi basis data kependudukan sehingga mempermudah administrasi Wajib Pajak, sehingga WP OP tidak perlu repot melakukan pendaftaran ke KPP karena NIK berfungsi sebagai NPWP (Pasal 2 UU HPP).
  • Pemberian kesempatan pada WP untuk mengungkapkan ketidakbenaran pengisian SPT, meskipun sudah dilakukan pemeriksaan, selama DJP belum menyampaikan Surat Pemberitahuan Hasil Pemeriksaan (SPHP) (Pasal 8 ayat 4 UU HPP).
  • Penunjukan pihak lain sebagai pemotong/pemungut pajak, misalnya penyedia sarana transaksi elektronik sebagai pemotong/pemungut pajak atas transaksi yang melibatkan pihak lain mengingat perkembangan transaksi ekonomi yang semakin dinamis sehingga pemungutan pajak bisa dilakukan secara efisien, sederhana dan efektif.
  • Sinkronisasi dengan Undang-Undang Cipta Kerja (UU CIpta Kerja) dalam penerapan sanksi administrasi perpajakan.
  • Adanya esetaraan pengenaan sanksi melalui penurunan sanksi terkait permohonan keberatan atau banding WP, atau kita sebut saja penurunan tarif sanksi pajak (sanksi administrasi dan sanksi pidana), termasuk penuntutan pajak tanpa pidana penjara. Penurunan sanksi ini akan meningkatkan keadilan, kesetaraan, dan kepastian hukum bagi Wajib Pajak.
  • Pengaturan asistensi penagihan pajak global yang bertujuan untuk mencegah penghindaran pajak yang dilakukan WP, dimana salah satunya adalah dengan menghindari pembayaran utang pajak. 
  • Pengaturan pelaksanaan Mutual Agreement Procedure (MAP) agar dapat berjalan secara simultan dengan proses keberatan atau banding.
  • Asas resiprokal perpajakan, yaitu asas timbal balik yang digunakan dalam perjanjian internasional. Dalam hal ini, tindakan suatu negara terhadap negara lain akan dibalas secara sama.
  • Aturan penunjukkan kuasa wajib pajak. Kuasa WP harus memiliki kompetensi tertentu dalam aspek perpajakan, kecuali Kuasa WP yang merupakan suami, istri, keluarga sedarah, atau semenda sampai dengan derajat kedua.
  • Sinergi antar instansi pemerintah untuk melakukan pemberian data dalam rangka penegakan hukum dan kerja sama.

2. Perubahan Pada Pajak Penghasilan (PPh)

Pajak Penghasilan terdapat beberapa ketentuan yang diubah dan/atau ditambah antara lain mengenai perubahan pengenaan pajak atas natura dan/atau kenikmatan, tarif Pajak Penghasilan orang pribadi dan badan, penyusutan dan amortisasi, serta kesepakatan/perjanjian internasional di bidang perpajakan.

Berikut rangkuman terkait perubahannya : 

  • Aturan mengenai pelonggaran dan pembebasan pajak bagi pekerja dan UMKM tertuang dalam Undang-Undang (UU) Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP) dan diturunkan pada Peraturan Pemerintah No 55 Tahun 2022 tentang Penyesuaian Pengaturan di Bidang Pajak Penghasilan. 
  • Dalam Pajak Penghasilan terdapat beberapa ketentuan yang diubah dan/atau ditambah antara lain yaitu sebagai berikut : 
  • Tarif PPh Orang Pribadi mengalami perubahan dengan tambahan 1 lapisan tarif baru dari sebelumnya 4 (empat) lapisan tarif menjadi 5 (lima) lapisan tarif dan batasan penghasilan yang dikenakan pajak pada lapisan tarif pertama.
  • Adanya Pengaturan kembali Fringe Benefit atau natura pada UU HPP, di mana dalam pasal ini pemberian dalam bentuk natura dapat dibiayakan oleh pemberi kerja dan merupakan penghasilan bagi pegawai (diatur dalam Pasal 4, Pasal 6, dan Pasal 9 UU HPP.
  • Pajak penghasilan bagi pelaku usaha kecil menengah dengan omset tertentu dikenakan Pajak Final UMKM sesuai dengan PP 23 UMKM. Dan adanya perubahan pada Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) pada UU HPP dimana Wajib Pajak Orang Pribadi (WP OP) yang memiliki peredaran bruto tertentu tidak dikenai Pajak Penghasilan (PPh) atas bagian peredaran bruto sampai dengan Rp500.000.000,00 dalam satu Tahun Pajak (diatur dalam Pasal 7 ayat 2a).
  • Pengaturan kembali penyusutan dan amortisasi dimana atas penyusutan/amortisasi bangunan dan asset tidak berwujud dengan masa manfaat lebih dari 20 tahun dapat dilakukan sesuai masa manfaat berdasar pembukuan Wajib Pajak. Hal ini dilakukan untuk dapat memberikan keleluasaan kepada Wajib Pajak melakukan penyusutan atau amortisasi bangunan dan asset tidak berwujud di atas 20 tahun.
  • Pemberlakuan tarif PPh Badan 22% mulai Tahun Pajak 2022. Penyampaian upaya mencegah penghindaran pajak dengan menerapkan metode yang sesuai dengan standar internasional (Perubahan Pasal 18 ayat (1) Undang-Undang PPh).
  • Hal ini dilakukan sebagai upaya antisipasi untuk mencegah penghindaran pajak melalui pembebanan biaya pinjaman yang berlebihan yang saat ini diatur hanya dengan pembatasan perbandingan utang dengan modal, sehingga upaya mencegah penghindaran pajak dapat tetap adil dan seimbang dengan upaya untuk mendorong investasi dan pemulihan ekonomi nasional.
  • Penambahan kewenangan pemerintah untuk ikut serta dalam perjanjian multilateral (diatur dalam Perubahan Pasal 32 A Undang-Undang PPh). Penambahan ini dilakukan untuk mewujudkan kerja sama internasional di bidang perpajakan sehingga diperlukan suatu instrumen perjanjian atau kesepakatan internasional dengan Negara Mitra atau Yurisdiksi Mitra. Oleh karena itu diperlukan penguatan kewenangan Pemerintah Indonesia untuk membentuk dan/atau melaksanakan perjanjian dan/atau kesepakatan dengan Negara Mitra atau Yurisdiksi Mitra baik secara bilateral maupun multilateral.

3. Perubahan Pada Pajak Pertambahan Nilai (PPN)

Untuk perubahan terkait Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah meliputi antara lain pengurangan pengecualian objek Pajak Pertambahan Nilai, pengaturan kembali fasilitas Pajak Pertambahan Nilai, perubahan tarif Pajak Pertambahan Nilai, dan pengenaan tarif pajak Pertambahan Nilai final.

Berikut adalah penjelasannya : 

  • Penghapusan pembebasan barang kebutuhan pokok, jasa pendidikan, dan jasa kesehatan, jasa pelayanan sosial, jasa keuangan, jasa asuransi, jasa angkutan umum di darat dan di air serta udara dalam negeri, jasa tenaga kerja, yang merupakan barang dan jasa tidak kena pajak (negative list) dan memindahkan menjadi barang dan jasa yang dibebaskan dari pengenaan PPN secara terbatas, sesuai pasal 4A UU HPP.
  • Adanya kenaikan tarif PPN yang bertujuan untuk meningkatkan penerimaan serta keadilan dalam proses pemungutan PPN, namun pemerintah juga tetap mempertimbangkan kondisi masyarakat dan kegiatan usaha yang masih dalam masa pemulihan pasca pandemi COVID-19, sehingga kenaikannya diatur dalam dua tahap dan tidak dalam waktu dekat.
  • Terdapat kenaikan tarif PPN dari 10% (sepuluh persen) menjadi 11% (sebelas persen) yang mulai berlaku pada tanggal 1 April 2022 dan menjadi 12% (dua belas persen) yang mulai berlaku paling lambat pada tanggal 1 Januari 2025.
  • Kemudahan dan kesederhanaan PPN dengan tarif final untuk barang atau jasa kena pajak tertentu. Pengenaan PPN Final pada UU HPP tersebut menunjukkan keberpihakan pemerintah dalam memberikan kemudahan kepada Pengusaha Kena Pajak (PKP) yang peredaran usahanya dalam 1 (satu) Tahun buku tidak melebihi jumlah tertentu, melakukan kegiatan usaha tertentu, dan/atau melakukan penyerahan BKP tertentu dan/atau JKP tertentu.

4. Program Pengungkapan Sukarela (PPS) Atau Tax Amnesty Pada UU HPP

Kemudian untuk mendorong kepatuhan Wajib Pajak terdapat juga Program Pengungkapan Sukarela Wajib Pajak yang memberikan kesempatan kepada wajib Pajak untuk mengungkapkan hartanya yang belum diungkapkan.

Program Pengungkapan Sukarela Wajib Pajak yang dimaksud yaitu sebagai berikut : 

a. Program Pengungkapan Sukarela (PPS) ini dilaksanakan selama 6 bulan yaitu sejak tanggal 1 Januari 2022 s.d. 30 Juni 2022. 

b. Yang dimaksud dengan Program Pengungkapan Sukarela (Voluntary Disclosure program) merupakan pemberian kesempatan kepada Wajib Pajak untuk melaporkan atau mengungkapkan kewajiban perpajakan yang belum dipenuhi secara sukarela melalui :

  • Pembayaran Pajak Penghasilan (PPh) berdasarkan pengungkapan harta yang tidak atau belum sepenuhnya dilaporkan oleh peserta program Pengampunan Pajak.
  • pembayaran Pajak Penghasilan (PPh) berdasarkan pengungkapan harta yang belum dilaporkan dalam SPT Tahunan Pajak Penghasilan Orang Pribadi Tahun Pajak 2020.

c. Program Pengungkapan Sukarela dibagi menjadi dua, yaitu  sebagai berikut : 

  • bagi Wajib Pajak yang sudah pernah mengikuti Tax Amnesty
  • bagi Wajib Pajak Orang Pribadi yang kewajiban perpajakan tahun 2016 s.d. 2020 belum dipenuhi. 

d. Tujuan dilaksanakannya Program Pengungkapan Sukarela (PPS) yaitu : 

  • Memberikan efek positif yang sama atas kepatuhan perpajakan masyarakat/WP
  • Memberikan kemudahan dan kebebasan untuk memilih tarif maupun prosedur yang digunakan kepada WP untuk secara sukarela mengungkapkan harta yang belum dilaporkannya
  • Sebagai upaya antisipasi Pemerintah untuk mencegah penghindaran pajak melalui pembebanan biaya pinjaman yang berlebihan yang saat ini diatur hanya dengan pembatasan perbandingan utang dengan modal, sehingga upaya mencegah penghindaran pajak dapat tetap adil dan seimbang dengan upaya untuk mendorong investasi dan pemulihan ekonomi nasional.

5. Pajak Karbon pada UU HPP

Objek Pajak Karbon Pajak karbon dikenakan atas pembelian barang yang mengandung karbon atau aktivitas yang menghasilkan emisi karbon. Tarif pajak karbon ditetapkan Rp30 per kilogram karbon dioksida ekuivalen (CO2e) atau satuan yang setara, untuk badan yang bergerak di bidang pembangkit listrik tenaga uap batu bara.

6. Perubahan Ketentuan Bea Dan Cukai Pada UU HPP

Perubahan pengaturan cukai, kewenangan ada pada Direktorat Jenderal Bea dan Cukai. Pengaturan kembali terkait cukai merupakan perubahan UU Cukai yang diatur dalam Bab VII Pasal 14 UU HPP. 

Dalam UU HPP, penerapan sanksi pidana sebagai upaya terakhir (ultimatum remedium) dalam pelanggaran pidana bidang cukai atas pelanggaran yang meliputi :

  • Perizinan;
  • Pengeluaran Barang Kena Cukai;
  • Barang Kena Cukai tidak dikemas;
  • Barang Kena Cukai yang berasal dari tindak pidana;dan
  • Jual beli pita cukai.

Penutup

Undang-Undang No. 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (atau dikenal sebagai UU HPP) bisa dikatakan merupakan penyempurnaan dari beberapa Undang-Undang Pajak sebelumnya dan sebagai bentuk Undang-Undang Cipta Kerja.

Beberapa peraturan pajak mengalami perubahan sejak diundangkannya UU HPP. Disahkannya UU HPP ini diharapkan dapat mengoptimalkan penerimaan negara semaksimal mungkin, serta meningkatkan pertumbuhan perekonomian sehingga mampu untuk membiayai pembangunan nasional demi kemakmuran rakyat Indonesia.

Jika ada pertanyaan bisa konsultasi langsung dengan tim konsultan yang siap untuk membantu dalam pengurusan yang kamu butuhkan. 

Hubungi :

0877-0322-2896

Email : ilslegalconsultant@gmail.com

Website : www.ilsconsultantlombok.com

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *